Teuku Kemal Fasya dikenal sebagai penulis dan dosen di Universitas Malikussaleh, Aceh. Banyak artikelnya dimuat di berbagai majalah nasional, selain beberapa media lokal. Tulisan Teuku Kemal Fasya renyah, dengan keindahan linguistik dalam kritik tajamnya sehingga penerima kritik tidak langsung rubuh berdarah-darah, tetapi meninggalkan gaung yang lama bila tidak segera diperbaiki. Kemal memilih penyampaian kritik melalui “bahasa jalur tengah”, tidak keras apalagi memaki-maki, tetapi juga tidak lembut sehingga tak memiliki daya gedor untuk perubahan.
Selain mampu menyampaikan kritik dengan bahasa indah, Kemal juga jeli melihat realitas sosial yang ada di sekelilingnya. Dari sanalah ia mendapatkan ide untuk menulis, selain dengan kegiatan membaca yang dilakukan setiap hari karena membaca dan menulis bagi Kemal sama pentingnya, bahkan di tengah kesibukannya sebagai kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kehumasan Universitas Malikussaleh. Tidak heran bila dalam satu bulan, belasan artikelnya dimuat di berbagai media massa terkemuka di Jakarta. “Jumlah artikel saya yang dimuat pernah 15 dalam sebulan,” ungkap Kemal dalam sebuah pelatihan menulis bagi siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara (SDAU).
Ide mungkin bukan sebuah masalah bagi banyak orang. Banyak ide menulis berseliweran di sekitarnya, tetapi hanya sedikit yang berakhir dengan sebuah artikel yang lengkap dengan masalah, data, serta solusi yang konstruktif. Itu kelebihan Teuku Kemal Fasya yang mampu memotret realitas sosial, gagasan, menjadi sebuah artikel yang enak dibaca dan perlu. Yah, seperti motto majalah berita itu.
Lebih dari 800 artikel Teuku Kemal Fasya kini bertebaran di berbagai media massa nasional dan daerah seperti Kompas, Media Indonesia, Koran Tempo, Jakarta Post, Republika, Jawa Pos, Koran Jakarta, Gatra, Jurnal Nasional, Serambi Indonesia, dan sejumlah media lokal lainnya. Begitu banyaknya artikel yang dimuat di berbagai media, seolah apa pun artikel yang ditulis dan dikirim Teuku Kemal Fasya jaminan akan dimuat. Ada juga yang berseloroh bahwa lelaki kelahiran 9 April tersebut memiliki sebuah aplikasi penulisan artikel. Kemal hanya tinggal menulis judul, memasukkan sedikit argumentasi, data yang relevan, solusi, serta nama media, tinggal menekan tombol enter dan muncul artikel yang siap tayang.
Padahal, Teuku Kemal Fasya membangun karier kepenulisan dengan berdarah-darah. Ketika pertama kali mengirimkan artikel ke media massa saat masih kuliah di IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, sedikitnya 40 tulisan pernah ditolak media massa. Kalau Kemal langsung melempar handuk saat itu dan memvonis diri tidak berbakat, barangkali sekarang pembaca tidak akan menemukan pemikiran-pemikiran Teuku Kemal Fasya dalam berbagai media.
Ihwal penolakan tersebut, Kemal pernah berujar bahwa tulisan yang ditolak tersebut terkadang bukan karena kualitasnya rendah, tetapi bisa jadi tidak sesuai dengan visi dan misi media bersangkutan. “Ada beberapa artikel yang ditolak di masa lalu, setelah saya perbaiki dan kirim ulang, akhirnya diterima,” tambah ayah empat anak tersebut.
Dalam menulis artikel, Teuku Kemal Fasya memilih fokus pada beberapa isu seperti antropologi budaya, cultural studies, etnografi, antropologi lingkungan, politik Islam, serta beberapa varian isu lainnya seperti politik lokal. Untuk isu tersebut, Teuku Kemal Fasya juga kerap menjadi narasumber di berbagai seminar dan workshop, selain sering menjadi narasumber dalam bidang menulis. Wartawan pun kerap meminta tanggapan dan analisanya untuk isu-isu tersebut.
Dalam berbagai pelatihan tersebut, ia sering berbagi proses kreatif, motivasi, serta teknis menulis kepada guru, mahasiswa, dan generasi muda. Kali ini, Kepala Unit Pelayanan Teknis Kehumasan Universitas Malikussaleh tersebut berbagi inspirasi dengan mahasiswa peserta program Modul Nusantara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Kemal yang juga penulis sejumlah buku, akan menjadi narasumber pada pertemuan Sabtu (11/12/2021) pukul 12.00 – 14.00 untuk Kelompok III yang diasuh Dr Selvy Handayani dan Kelompok IV yang diasuh Jufridar. Para peserta Modul Nusantara adalah mahasiswa lintas universitas, lintas etnis, dan lintas agama. Kegiatan Modul Nusantara di Universitas Malikussaleh digelar secara daring.
Dosen pengampu Kelompok III, Selvy Handayani, berharap Teuku Kemal Fasya tidak saja memberikan teknis menulis serta proses kreatifnya kepada mahasiswa, tetapi juga motivasi menulis yang bisa berdampak jangka panjang. “Semoga nanti akan lahir penulis sekaliber Pak Kemal dari peserta Modul Nusantara,” harap Selvy. [Ayi Jufridar]